Langsung ke konten utama

Tuhan, Aku Lelah!



Malam semakin larut. Tak ada orang lain di sini. Sepi mencekam. Resah memuncak. Mungkin harus sampai pagi aku di sini. Kalau tidak, aku bisa dipecat esok hari. Sudah kuputuskan, aku memang haru terus di sini sampai semuanya beres. Aku tak boleh pulang dari ruangan ini sekarang. Aku harus lembur lagi malam ini.
Aku memang sudah tak kuat. Sudah jenuh mataku menatap layar kaca ini. Namun, aku tak mungkin shut down komputer ini. Bokongku pun harus tetap setia di kursi ini. Demi istri dan anak, aku rela melakukan semua ini.
Aku sedih. Setiap malam aku selalu membuat istri dan anakku resah.
“Ayah kok gak pulang-pulang ya, Bu?” begitulah rengek si bungsu pada ibunya, setelah beberapa jam menanti kedatanganku. Menanti kedatangan suami dan ayah mereka di emperan gubuk tua warisan kakekku.
Aku sering menatap dan menghakimi diriku. Berdosakah aku ini, sehingga malang nasibku? Mengapa justru aku yang menderita? Semua temanku sukses. Bahkan teman sebangku di SMP sudah menjadi seorang anggota DPR. Bukan hanya itu. Para pejabat itu banyak dikenal sebagai koruptor. Tapi hidup mereka malah mewah. Mengapa Tuhan memberi berkat-Nya untuk para koruptor, tetapi aku tidak?
Untung masih ada istri dan anak-anakku. Seandainya aku sendirian, pasti telah kuakhiri hidup ini. Mereka itulah kebanggaanku. Juga mereka itu harta yang tiada duanya. Kemiskinanku terisi ketika bercanda ria bersama. Asaku kembali bergairah saat bersama lagi di kala malam tiba.
Kini musim dingin datang menyapa. Istri dan anak-anaku selalu terlihat kaku setiap malam. Anakku yang sulung membungkus tubuhnya yang kurus dengan secarik kain yang diberikan kakeknya tiga tahun lalu. Buah hatiku yang bungsu hanya berselimutkan kehangatan pelukan ibunya. Sementara aku dan istriku hanya bisa dihibur nyamuk yang selalu menyapa kami setiap malam, dikala kami meratapi nasib malang kami.
Aku sering berkhayal. Seandainya aku ini orang kaya, aku pasti tak sekarat ini. Aku pasti selalu hidup bahagia. Punya rumah mewah, mobil mewah, makanan enak, juga bisa punya banyak teman baru. Aku juga pasti punya pembantu. Jadi aku tidak perlu capai bekerja, apalagi lembur. Bukan hanya itu. Aku juga pasti punya beberapa istri. Pokoknya, aku pasti selalu berpesta pora dan hidup berfoya-foya.
Tapi aku pun takut kaya. Jangan sampai aku pun nanti membuat kejahatan yang sama, seperti yang sekarang orang-orang kaya itu perlakukan padaku. Mereka membentakku, tidak menghargaiku, bahkan mempermainkanku. Aku tahu tak selamanya aku salah. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa. Mereka selalu mengancam memecat aku jika aku terlalu banyak celoteh.
Begitulah nasibku. Malang dan membosankan. Tuhan, aku lelah dengan hidup ini. Biarkanlah aku pergi dari sini sekarang, jika Dikau berkenan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“...SENDI PANGKAL PAHA ITU TERPELECOK...” (KEJ 32:25)

Mengapa sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging dari binatang yang menutupi sendi pangkal pahanya? Karena pada zaman dahulu, ketika Yakub (salah satu Bapa bangsa orang Israel) sendirian bermalam di Pniel (lih. Kej 32:24, 30), dia bergulat dengan seorang laki-laki utusan Tuhan (Kej 32:24). Pergulatan itu terjadi sepanjang malam. Di akhir pergulatan itu, ternyata Yakub menang. Karena melihat bahwa ia tak mampu mengalahkan Yakub, laki-laki utusan Tuhan itu memukul pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok (Kej 32:25). Keesokan harinya, Yakub pincang karena pangkal pahanya itu (Kej 32:31). “Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena DIA telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya” (Kej 32:32). SINGKATNYA, karena Yakub itu Bapa Bangsa mereka, bangsa Israel tidak makan daging dari binatang yang pangkal pahanya tertutup. Mari kita pun mencontohi para Bapa Bangsa k...

Kisah Terjadinya Tiang Garam

“Berkatalah seorang (malaikat Tuhan kepada Lot): “Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di lembah Yordan, dan larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap” (Kej 19:17). “Tetapi istri Lot, yang berjalan mengikutinya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam” (Kej 19:26). Hari ini kita memperingati seorang martir di Roma. Namanya Raymundus Lullus . Kalau kerapuhan iman istri Lot hanya menyisakan tiang garam di Sodom dan Gomora, darah martir Raymundus Lullus mengokohkan tiang kejayaan kekristenan di Roma. Itulah sebabnya Roma tetap jaya. Meski kecil, tapi pernah dan akan selalu menggoncang hati dunia. Dari sanalah dunia ditata. Suka atau tidak suka, terima atau tidak terima – tapi itulah kenyataanya. Semua ini tak terlepas dari banjir darah dari martir di Roma ini, seorang Kristen sejati, Raymundus Lullus. Menatap semua kejayaan itu, kita boleh bercermin. Ketika para muri...

Membongkar 'Mindset' Uang Suap

‘Suap itu biasa kok !’ Ungkapan ini tak asing lagi di kuping kita. Bahkan Swarsono, Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengumandangkan ungkapan ini. Masyarakat Indonesia sekarang mempunyai mindset : suap itu biasa saja, katanya. Dalam Seminar Nasional di Universitas Sebelas Maret Solo, sabtu (9/11) lalu, Swarsono membandingkan praktik suap di Cina dan Amerika dengan praktik suap di Indonesia. Menurutnya, dalam mindset bangsa Cina dan Amerika, praktik suap dipandang sebagai suatu kejahatan. Karena itu, kedua bangsa itu berusaha untuk menghindarinya. Sementara dalam mindset masyarakat Indonesia, kata Swarsono, praktik suap sudah menjadi hal yang biasa saja ( Kedaulatan Rakyat , 11/11). Masyarakat Indonesia pada umumnya berpikir, para pejabat hanya bisa dilunakkan dengan uang suap. Karena itu, jika suatu urusan terhambat, masyarakat secara gamblang memahami. Uang suap harus diberikan kepada pihak yang menghambat urusan itu, sehingga urusan menjadi lancar. Kini sema...