(kejadian pagi ini sungguh seru; maaf rahasia ini harus terbongkar)
Lokasi: Lantai 2 FTW Yogyakarta
Kataku pada Angga Usfal: “Saya mau minum kopi!”
Jawab Angga Usfal: “Jangan lupa temannya ya….”
Sambarku: “Iya, siap!”
Lalu aku mulai bermain (hehe):
“Namanya kopi
Temannya sopi
Pacarnya Sofi
Gurunya disebut Sufi
Sukanya hanya fotocopy
Pakenya cuma rompi
Kalau diserup terasa di pori”
“Namanya kopi
Temannya sopi
Pacarnya Sofi
Gurunya disebut Sufi
Sukanya hanya fotocopy
Pakenya cuma rompi
Kalau diserup terasa di pori”
Kedengarannya mirip. Asyik saat diucap. Serasa harmoni. Seakan benar semuanya. Tapi ternyata, tidak! Coba lihat saja: apa hubungan kopi, sopi, sofi, sufi, fotocopy, rompi dan pori? Hubungannya hanya kemiripan bunyi, tapi tanpa makna yang memberi arti bagi hidup. Hanya menghibur, tapi tanpa rasa terdalam yang hidup dan menghidupkan.
Inilah gambaran diri kita sebagai manusia. Kita cenderung suka yang mirip. Bahkan kita suka yang seragam. Apalagi di zaman now ini, kita maunya tidak ada bedanya dengan para artis dan selebritis. Kita mau terlihat seperti mereka. Tapi apakah yang seragam itu ada maknanya untuk kita? Apakah setiap pribadi merasa tersapa?
Sayang sekali, kita bersembunyi di balik yang kelihatan seragam. Tampaknya indah, tapi nyatanya busuk! Mari kita berani untuk berbeda! Barangkali tidak indah, tetapi kita memberi rasa terdalam yang hidup dan menghidupkan orang lain.
Yogyakarta, 6 Desember 2018
Todi Manek, CMF
Todi Manek, CMF

Komentar
Posting Komentar