Langsung ke konten utama

PERTEMUAN EKUMENIS DAN INTER-RELIGIUS


PAUS FRANSISKUS DAN ORANG MUDA
DI PUSAT PASTORAL SKOPJE-MAKEDONIA UTARA




“Jika akar pohon dipotong, pohon itu mati. Jika akar-akarmu sebagai orang muda dipotong, yang mana merupakan akar dari sejarah bangsamu, kalian akan mati. Ya, kalian akan hidup, tetapi tanpa menghasilkan buah: negara kalian, bangsamu tidak akan bisa menghasilkan buah karena kalian telah memisahkan diri kalian dari akar-akar kalian.”

(Skopje Selasa, 7 Mei 2019)
PAUS FRANSISKUS

(Diterjemahkan oleh Todi Manek, CMF)




Para sahabat terkasih,
Menghadiri pertemuan-pertemuan seperti ini selalu memberikan saya sukacita dan harapan. Terima kasih telah memungkinkan pertemuan ini terjadi dan mengundang saya pada kesempatan ini. Saya berterima kasih atas tarian kalian, sangat indah, dan untuk pertanyaan-pertanyaan kalian. Saya telah mengetahui pertanyaan-pertanyaan ini: saya telah menerima dan berpikir tentang semua pertanyaan tersebut, dan saya sungguh telah mempersiapkan beberapa poin untuk merefleksikan bersama kalian mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Saya akan memulai dengan pertanyaan terakhir: bagaimana pun juga, sebagaimana Tuhan bersabda, yang terakhir akan menjadi yang pertama! Liridona, setelah Anda membagikan harapan-harapanmu dengan kami, Anda bertanya pada saya: “Apakah saya bermimpi terlalu banyak?” Sebuah pertanyaan yang sangat bagus, dan saya ingin supaya semua kita menjawab bersama. Apa yang kalian pikirkan? Apakah Liridona bermimpi terlalu banyak?

Biarlah saya mengatakan pada kalian bahwa orang tidak pernah bisa bermimpi terlalu banyak. Salah satu dari masalah-masalah terbesar yang dimiliki orang-orang zaman ini, termasuk begitu banyak orang muda, adalah mereka telah kehilangan kemampuan mereka untuk bermimpi. Mereka tidak bermimpi, baik banyak maupun sedikit. Ketika seseorang tidak bermimpi, ketika seorang pemuda/pemudi tidak bermimpi, ruang kosong tersebut akan dipenuhi dengan keluhan-keluhan (complaints) dan perasaan tiada harapan dan kesedihan. “Kita dapat meninggalkan hal itu untuk mereka yang menyembah “dewi ratapan” (goddess of lament)… Dia adalah dewi yang palsu: dia membuatmu untuk mengambil jalan yang salah. Ketika segala sesuatu tampaknya masih tetap kokoh dan stagnan, ketika masalah-masalah pribadi (personal issues) kita menyusahkan kita, dan masalah-masalah sosial tidak menemukan respons yang tepat, tidaklah bijak bila (kita) menyerah” (Christus Vivit, 141). Itulah sebabnya, Liridona yang terkasih, seorang pribadi tidak pernah bisa, tidak pernah bermimpi terlalu banyak. Cobalah untuk berpikir tentang mimpi-mimpi terbesar kalian, seperti mimpi Liridona - apakah kalian mengingatnya? Berikanlah harapan kepada dunia yang lelah (weary world), bersama-sama dengan yang lain, orang Kristiani dan Muslim. Hal ini tentu merupakan sebuah mimpi yang sangat baik. Dia tidak berpikir mengenai hal-hal yang kecil, “pada tingkat paling dasar” (on the ground level), tetapi dia bermimpi dalam satu jalan yang besar dan kalian, orang muda, harus bermimpi besar.

Beberapa bulan lalu, seorang teman saya, Ahmad Al-Tayyeb, Imam Agung Al-Azhar, dan saya telah mempunyai satu mimpi seperti mimpimu, yang telah menggerakan kami mau untuk membuat satu komitmen dan menandatangani satu dokumen yang mengatakan bahwa iman harus menuntut kita orang-orang percaya untuk melihat orang lain sebagai saudara dan saudari kita. Sebagai saudara dan saudari kita membutuhkan dukungan dan cinta, tanpa membiarkan diri kita dimanipulasi oleh interese-interese picik[1]. Kami sudah tua dan sekarang bukanlah usia untuk memiliki mimpi-mimpi, tetapi kalian, silahkan bermimpilah dan bermimpilah besar!

Hal ini membuat saya mengingat apa yang Bozanka katakan pada kita. Dia mengatakan bahwa, sebagai orang muda, kalian seperti berpetualang. Saya senang dengan hal itu, karena ini adalah satu jalan indah untuk menjadi muda: mengalami sebuah petualangan, sebuah petualangan yang baik. Orang muda tidak boleh takut menjadikan hidup mereka sebuah petualangan yang baik. Karena itu saya mau bertanya pada kalian: petualangan apakah yang membutuhkan keberanian yang lebih daripada mimpi yang telah Liridona bagikan kepada kita, mimpi untuk memberikan harapan kepada dunia yang lelah? Dunia kita lelah; dunia kita telah menjadi tua. Dunia terpecah, dan kita digoda untuk membiarkannya terpecah, dan menjadikan diri kita terpecah. Ada beberapa orang dewasa (adults) yang menginginkan kita terpecah; jagalah dirimu. Namun betapa dahsyat kita mendengar kata-kata Tuhan kita: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9)! Apa yang dapat memberikan kita kegembiraan lebih daripada berkomitmen setiap hari untuk setia membangun mimpi-mimpi, para tukang harapan (artisans of hope)? Bermimpi membantu kita untuk tetap mempertahankan kepastian kita bahwa dunia yang lain itu sungguh mungkin, dan untuk itulah kita dipanggil untuk terlibat, untuk membantu membangun dunia tersebut melalui karya kita, usaha kita dan tindakan kita.

Di negara ini, kalian memiliki satu tradisi ukiran batu yang baik, dibuat oleh para tukang yang mempunyai keahlian dalam memotong batu dan mengerjakannya. Kita perlu menjadi seperti para tukang tersebut, untuk menjadi para ahli pemahat mimpi-mimpi kita. Kita perlu mengerjakan mimpi-mimpi kita. Seorang pemahat batu menggenggam satu batu di tangannya dan secara perlahan mulai membentuknya dan mengubahnya dengan konsentrasi dan upaya, dan secara khusus dengan satu hasrat besar untuk melihat bagaimana batu tersebut, yang mana tak seorang pun berpikir berharga sama sekali, dapat menjadi satu karya seni.

“Mimpi-mimpi terbaik kita hanya tercapai melalui harapan, kesabaran, dan komitmen, dan tidak dalam ketergesa-gesaan, seperti para tukang ini. Pada zaman ini, kita tidak boleh bimbang, takut untuk mengambil kesempatan-kesempatan atau membuat kesalahan-kesalahan. Tidak, jangan takut. Justru kita seharusnya takut mengalami kelumpuhan mayat hidup (the paralysis of the living dead), yang tidak memiliki hidup karena mereka takut untuk mengambil risiko. Dan orang muda yang tidak mengambil risiko adalah orang yang sudah mati. Beberapa orang tidak mau mengambil risiko karena mereka tidak mau untuk bertekun di dalam komintmen-komitmen mereka atau mereka takut membuat kesalahan-kesalahan. Meskipun kalian membuat kesalahan, kalian selalu dapat bangun dan mulai lagi, karena tak seorang pun mempunyai hak untuk merebut harapan kalian” (Christus Vivit, 142). Jangan membiarkan diri kalian direbut dari harapan. Orang muda yang terkasih, jangan takut untuk menjadi para tukang mimpi dan berharap! Setuju?

“Tentunya, sebagai para anggota Gereja, kita seharusnya tidak berdiri terpisah dari yang lainnya. Semua harus memandang kita sebagai teman dan sesama, seperti para rasul yang, sebagaimana Kitab Suci katakan, ‘menikmati kehendak baik dari semua orang’ (Kis 2:47; cf 4:21.33; 5:13). Namun pada saat yang sama kita harus berani untuk berbeda, untuk menunjukkan cita-cita yang lain dari yang ada di dunia ini, bersaksi tentang indahnya kemurahan hati, pelayanan, kemurnian, ketekunan, pengampunan, kesetiaan pada panggilan pribadi kita, indahnya doa, mengejar kadilan dan kesejahteraan bersama, indahnya cinta kepada orang miskin, dan persahabatan sosial” (ibid., 36).

Pikirkan Ibu Teresa: ketika dia masih hidup, dia tidak dapat membayangkan di mana kehidupannya akan diakhiri. Namun dia tetap bermimpi dan mencoba untuk melihat wajah dari cintanya yang besar, Yesus, dan menyingkapkannya dalam semua orang di pinggir-pinggir jalan. Dia bermimpi dalam cara yang besar, dan inilah sebabnya mengapa dia juga mencintai dalam cara yang besar. Kakinya kokoh ditanam di sini, di tanah asalnya, tetapi dia tidak berdiri diam. Dia mau menjadi “sebuah pensil di tangan Allah”. Inilah mimpi yang telah dia buat. Dia mempersembahkannya kepada Allah, dia percaya pada mimpi tersebut, dia menderita demi mimpinya, dan dia tidak pernah menyerah. Dan Allah mulai menulis halaman-halaman sejarah baru dan mengagumkan dengan pensil tersebut; seorang perempuan dari tanahmu, yang telah bermimpi, yang menulis hal-hal luar biasa. Memang Allahlah yang telah menulis mimpi-mimpi tersebut, tetapi dialah yang telah bermimpi dan membiarkan dirinya untuk dituntun oleh Allah.

Setiap kalian dipanggil, seperti ibu Teresa, untuk berkarya dengan tangan kalian, untuk menjalani hidup secara serius dan membuat sesuatu yang indah padanya. Janganlah membiarkan diri kita dirampas dari mimpi-mimpi kita (cf. Christus Vivit, 17); jagalah dirimu. Janganlah mencabut diri kita dari kebaruan yang Tuhan mau berikan kepada kita. Kalian akan menjumpai banyak, banyak tikungan dan belokan yang tidak diharapkan dalam kehidupan, tetapi pentinglah untuk menghadapinya dan temukanlah cara-cara kreatif untuk mengubahnya menjadi kesempatan-kesempatan. Namun jangan pernah sendirian! Tak seorang pun dapat berjuang sendirian. Sebagaimana Dragan dan Marija katakan kepada kita: “komunitas kita memberikan kita kekuatan untuk menghadapi tantangan-tantangan sosial zaman ini”.

Mengutip apa yang dikatakan Dragan dan Marija: “Komunitas kita memberikan kita kekuatan untuk menghadapi perubahan-perubahan sosial kontemporer”. Inilah rahasia hebat yang menunjukkan kepada kita bagaimana bermimpi dan mengarahkan kehidupan kita menuju sebuah petualangan yang indah. Tak seorang pun dapat menjalani hidup dalam isolasi; tak seorang pun dapat menghidupi kehidupan iman atau merealisasikan mimpi-mimpinya sendirian, tanpa meninggalkan rumah, tanpa menjadi bagian dari satu komunitas, sendirian di hati dan di rumah, tertutup dan terisolasi di balik empat tembok. Kita membutuhkan satu komunitas yang mendukung dan membantu kita, yang di dalamnya kita dapat saling membantu untuk tetap melihat ke depan.

Betapa penting bermimpi bersama! Sebagaimana yang sedang kalian lakukan hari ini: semuanya bersama, di sini di satu tempat, tanpa sekat-sekat. Tolong, bermimpilah bersama, jangan sendiri-sendiri; bermimpilah bersama orang lain, jangan pernah melawan yang lain! Bermimpilah bersama yang lain dan jangan pernah melawan yang lain! (Kalau) kalian (bermimpi) sendiri-sendiri, kalian berisiko melihat fatamorgana, tampak hal-hal yang ada tetapi tidak ada di sana. Mimpi-mimpi (harus) dibangun bersama.

Beberapa menit yang lalu kita melihat dua anak kecil bermain di sini. Mereka mau bermain, bermain bersama. Mereka tidak pergi bermain di komputer mereka, mereka mau bermain sungguhan! Kita menyaksikan mereka: mereka bahagia, senang hati. Karena mereka bermimpi bermain bersama, satu sama lain. Apakah tadi kalian melihat itu? Namun, pada titik tertentu, salah satu dari mereka menyadari bahwa yang lain lebih kuat, dan alih-alih bermimpi dengan yang lain, mulai bermimpi melawan yang lain, dan mencoba untuk menguasai yang lain. Dan sukacita itu berubah sebagaimana kita lihat (tadi) yang lemah menangis, di lantai. Kalian melihat bagaimana kita dapat melewati dari bermimpi dengan yang lain untuk bermimpi melawan yang lain. Jangan pernah mendominasi yang lain! Bangunlah komunitas dengan yang lain: inilah sukacita bergerak maju (the joy of moving ahead). Hal ini sangat penting. Dragan dan Marija telah mengatakan kepada kita bagaimana kesulitan ini dapat terjadi, ketika segala hal bersekongkol untuk mengisolasi kita dan mencabut kita dari kesempatan untuk berjumpa satu sama lain, kesempatan “bermimpi dengan yang lain”. Pada usia saya sekarang (dan saya tidak muda lagi!), apakah kalian mau mengetahui apa yang saya pikirkan sebagai pelajaran terbaik yang pernah saya pelajari? Hal tersebut adalah bagaimana berbicara kepada orang “muka ke muka” (“face-to-face”). Kita telah masuk ke dalam zaman digital, tetapi sebenarnya kita mengetahui sangat sedikit mengenai komunikasi. Banyak kontak, tetapi sedikit berkomunikasi. Kita semua “terhubung” (“connected”), tetapi tidak sungguh saling “bersangkut paut” (“involved”). Ketersangkutpautan menghendaki kehidupan; dia memanggil untuk berada di sana dan berbagi waktu yang baik tetapi juga berbagi waktu yang tidak begitu baik. Pada Sinode Orang Muda tahun lalu, kita bisa mempunyai pengalaman berjumpa satu sama lain muka ke muka, baik orang muda maupun bukan orang muda. Kita bisa mendengarkan satu sama lain, untuk bermimpi bersama dan untuk menatap masa depan dengan harapan dan penuh syukur. Itulah penangkal terbaik untuk kepatahan hati dan manipulasi, untuk begitu banyak kontak tanpa komunikasi, untuk budaya yang berlangsung sebentar saja (the culture of the ephemeral) dan untuk semua nabi palsu yang hanya menyatakan kemalangan dan destruksi. Penangkal tersebut adalah mendengarkan, mendengarkan satu sama lain. Dan sekarang, izinkan saya mengatakan kepada kalian sesuatu yang saya rasa sangat kuat mengenai (hal tersebut): berikanlah dirimu kesempatan untuk berbagi dan terlibat berhadapan “muka-ke-muka” (“face-to-face”) yang baik dengan setiap orang, tetapi secara khusus dengan orang tua kalian, dengan para tokoh dalam komunitasmu. Barangkali beberapa dari kalian sudah mendengar saya mengatakan ini, tetapi bagi saya itulah sebuah penangkal untuk mereka yang mengurung kalian saat ini, membanjiri kalian dengan tekanan dan tuntutan, semua atas nama sebuah kebahagiaan dugaan (an alleged happiness), seolah-olah dunia ini akan berakhir dan kalian harus mengalami segala sesuatu segera. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan kecemasan, ketidakpuasan dan rasa ketiadaan harapan. Di mana hati dicobai oleh ketiadaan harapan, di sana tidak ada cara untuk memperbaiki kesalahan yang lebih baik selain mendengarkan pengalaman orang-orang yang lebih tua.

Para sahabat terkasih, luangkalah waktu bersama orang yang lebih tua, dengarkanlah cerita mereka, yang mana barangkali kadang tampak kurang nyata tetapi dalam kenyataannya penuh dengan pengalaman-pengalaman yang kaya, simbol-simbol yang mengesankan dan kebijaksanaan yang tersembunyi menanti untuk disingkapkan dan diapresiasi. Cerita-cerita itu meluangkan waktu untuk berkisah (cf. Christus Vivit, 195). Janganlah lupa pepatah lama yang mengatakan bahwa seorang anak kecil dapat melihat lebih jauh kalau ia berdiri pada kedua bahu raksasa. Dalam hal ini, kalian akan mencapai visi baru dan lebih luas. Masuklah ke dalam kebijaksanaan bangsamu, komunitasmu, masuklah tanpa rasa malu atau bimbang, dan kalian akan menyingkapkan satu sumber kreativitas yang tak disangka yang mana akan membuktikan yang paling memuaskan (most fulfilling). Hal itu akan membuatmu menyadari adanya jalan kecil di mana orang lain hanya melihat hambatan-hambatan, kemungkinan-kemungkinan di mana orang lain hanya melihat ancaman, kebangkitan di mana begitu banyak orang menyatakan hanya ada kematian.

Karena alasan ini, orang muda yang terkasih, saya menegaskan kepada kalian untuk berbicara dengan kakek-nenek kalian dan dengan orang yang lebih tua. Mereka adalah akarmu, akar dari sejarahmu, akar dari bangsamu, akar dari keluargamu. Kalian harus berpegang erat pada akarmu untuk menerima getah yang akan membuat pohon tumbuh, berkembang dan menghasilkan buah, tetapi selalu berpegang erat pada akarmu. Saya tidak mengatakan bahwa kalian harus turun ke bawah bersama dengan akar-akarmu: tidak, bukan itu. Namun kalian harus berjalan dan mendengarkan akar-akar tersebut dan ambillah dari mereka kekuatan yang diperlukan untuk tumbuh, untuk bergerak ke depan. Jika akar pohon dipotong, pohon itu mati. Jika akar-akarmu sebagai orang muda dipotong, yang mana merupakan akar dari sejarah bangsamu, kalian akan mati. Ya, kalian akan hidup, tetapi tanpa menghasilkan buah: negara kalian, bangsamu tidak akan bisa menghasilkan buah karena kalian telah memisahkan diri kalian dari akar-akar kalian.

Ketika saya masih kecil, kami diberitahukan di sekolah bahwa ketika orang Eropa pergi untuk menemukan Amerika, mereka membawa bersama mereka kaca berwarna. Hal ini ditunjukkan kepada orang Indian, kepada orang pribumi, dan mereka terpesona dengan kaca berwarna yang mana tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Lalu orang Indian ini melupakan akar mereka dan membeli kaca tersebut dan ditukarkan dengan emas. Jadi emas dicuri oleh sarana kaca berwarna. Kaca adalah sesuatu yang baru dan mereka memberikan segala sesuatu untuk mendapatkan hal baru tersebut yang tidak berharga sama sekali. Kalian, orang muda, tolong jagalah dirimu, karena pada zaman ini pun ada orang yang ingin menaklukan, mereka ingin mengkolonisasi, menawarkan kalian kaca berwarna: ini adalah kolonisasi ideologis. Mereka akan datang kepada kalian dan berkata: “Tidak, kalian harus menjadi bangsa yang modern, lebih maju, ambillah barang-barang ini dan ikutilah jalan baru, lupakanlah hal-hal kuno: majulah ke depan!” Dan apa yang seharusnya kalian buat? Cermati (discern). Apa yang sedang orang ini bawa kepada saya, apakah ini hal yang baik, sesuatu yang harmoni dengan sejarah bangsa saya? Atau apakah ini “kaca berwarna”? Agar kalian tidak tertipu, pentinglah untuk berbicara dengan para tua-tua, berbicaralah kepada mereka yang akan meneruskan pada kalian sejarah bangsamu, akar dari bangsamu. Bicaralah kepada para tua-tua, agar bertumbuh. Bicaralah dengan sejarah kita agar membuatnya berkembang. Bicaralah dengan akar kita agar menghasilkan bunga dan buah.

Dan sekarang saya akan mengakhiri, karena kita kehabisan waktu. Akan tetapi, saya mau menyatakan hal ini kepadamu: sejak awal perjumpaan ini dengan kalian, saya telah dibuat bingung (distracted) oleh sesuatu. Saya tadi melihat wanita yang ada di depan saya ini; dia sedang mengharapkan seorang bayi. Dia sedang menantikan saat untuk melahirkan, dan barangkali ada di antara kalian akan berkata: “Sungguh satu kesulitan, perempuan malang, betapa besar yang akan menjadi pekerjaannya!” Apakah ada di antara kalian yang berpikir demikian? Tidak. Tak seorang pun berpikir demikian: “Oh dia akan melewati malam-malam tanpa tidur karena tangisan anaknya…” Tidak. Anak itu adalah sebuah janji, lihatlah ke depan! Perempuan ini telah mengambil risiko demi membawa satu anak kecil ke dalam dunia, karena dia melihat ke depan, dia melihat sejarah. Karena dia merasakan kekuatan dari akar yang membantunya menghasilkan kehidupan, negaranya dan bangsanya.

Dan marilah kita menutup bersama-sama dengan bertepuk tangan untuk semua orang muda, semua perempuan pemberani yang menghasilkan sejarah (bring forth history). Dan terima kasih untuk penerjemah yang telah sungguh baik!


APAKAH DIKAU MEMBUTUHKAN TANGAN SAYA, TUHAN?
(Doa Ibu Teresa)

Apakah Dikau membutuhkan tangan saya, Tuhan,
untuk membantu orang sakit dan orang miskin
yang sedang membutuhkan hari ini?
Tuhan, hari ini saya mempersembahkan kepada-Mu kedua tangan saya.

Apakah Dikau membutuhkan kedua kaki saya, Tuhan,
untuk menuntun saya hari ini
kepada mereka yang membutuhkan seorang sahabat?
Tuhan, hari ini saya mempersembahkan kepada-Mu kedua kaki saya.

Apakah Dikau membutuhkan suara saya, Tuhan,
sehingga saya dapat berbicara kepada semua orang
yang membutuhkan satu kata cinta?
Tuhan, hari ini saya mempersembahkan kepada-Mu suara saya.

Apakah Dikau membutuhkan hati saya, Tuhan,
sehingga saya dapat mencintai semua orang,
tanpa pengecualian?
Tuhan, hari ini saya mempersembahkan kepada-Mu hati saya.

PAUS FRANSISKUS

Cluster Catalina Gading Serpong, 15 Mei 2019
Penerjemah: Todi Manek, CMF

Teks Bahasa Inggrisnya silahkan klik link di bahwah ini!
⬇⬇⬇⬇⬇⬇

[1] Document on Hunan Fraternity, Abu Dhabi, 4 February 2019.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“...SENDI PANGKAL PAHA ITU TERPELECOK...” (KEJ 32:25)

Mengapa sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging dari binatang yang menutupi sendi pangkal pahanya? Karena pada zaman dahulu, ketika Yakub (salah satu Bapa bangsa orang Israel) sendirian bermalam di Pniel (lih. Kej 32:24, 30), dia bergulat dengan seorang laki-laki utusan Tuhan (Kej 32:24). Pergulatan itu terjadi sepanjang malam. Di akhir pergulatan itu, ternyata Yakub menang. Karena melihat bahwa ia tak mampu mengalahkan Yakub, laki-laki utusan Tuhan itu memukul pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok (Kej 32:25). Keesokan harinya, Yakub pincang karena pangkal pahanya itu (Kej 32:31). “Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena DIA telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya” (Kej 32:32). SINGKATNYA, karena Yakub itu Bapa Bangsa mereka, bangsa Israel tidak makan daging dari binatang yang pangkal pahanya tertutup. Mari kita pun mencontohi para Bapa Bangsa k...

Kisah Terjadinya Tiang Garam

“Berkatalah seorang (malaikat Tuhan kepada Lot): “Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di lembah Yordan, dan larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap” (Kej 19:17). “Tetapi istri Lot, yang berjalan mengikutinya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam” (Kej 19:26). Hari ini kita memperingati seorang martir di Roma. Namanya Raymundus Lullus . Kalau kerapuhan iman istri Lot hanya menyisakan tiang garam di Sodom dan Gomora, darah martir Raymundus Lullus mengokohkan tiang kejayaan kekristenan di Roma. Itulah sebabnya Roma tetap jaya. Meski kecil, tapi pernah dan akan selalu menggoncang hati dunia. Dari sanalah dunia ditata. Suka atau tidak suka, terima atau tidak terima – tapi itulah kenyataanya. Semua ini tak terlepas dari banjir darah dari martir di Roma ini, seorang Kristen sejati, Raymundus Lullus. Menatap semua kejayaan itu, kita boleh bercermin. Ketika para muri...

Membongkar 'Mindset' Uang Suap

‘Suap itu biasa kok !’ Ungkapan ini tak asing lagi di kuping kita. Bahkan Swarsono, Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengumandangkan ungkapan ini. Masyarakat Indonesia sekarang mempunyai mindset : suap itu biasa saja, katanya. Dalam Seminar Nasional di Universitas Sebelas Maret Solo, sabtu (9/11) lalu, Swarsono membandingkan praktik suap di Cina dan Amerika dengan praktik suap di Indonesia. Menurutnya, dalam mindset bangsa Cina dan Amerika, praktik suap dipandang sebagai suatu kejahatan. Karena itu, kedua bangsa itu berusaha untuk menghindarinya. Sementara dalam mindset masyarakat Indonesia, kata Swarsono, praktik suap sudah menjadi hal yang biasa saja ( Kedaulatan Rakyat , 11/11). Masyarakat Indonesia pada umumnya berpikir, para pejabat hanya bisa dilunakkan dengan uang suap. Karena itu, jika suatu urusan terhambat, masyarakat secara gamblang memahami. Uang suap harus diberikan kepada pihak yang menghambat urusan itu, sehingga urusan menjadi lancar. Kini sema...