Langsung ke konten utama

Aku Manusia Celaka!


Aku selalu punya niat untuk berbuat baik, tetapi nyatanya aku masih saja melakukan hal-hal yang tidak baik. Aku sudah berusaha untuk melakukan hal-hal baik yang menjadi komitmenku untuk menjadi lebih baik lagi. Namun, semua usahaku tampak sia-sia. Niatku tinggal mimpi, juga usahaku menjadi hampa.


“Aku kecewa dengan diriku. Mengapa aku selalu melakukan kesalahan dan dosa yang sama?”

Dalam diam aku menyibak jawab. Kuharap ada seuntai kata yang mengakhiri tanyaku. Kubuka lembar demi lembar Buku Kehidupan. Kutemukan di sana berbait-bait jawaban atas resahku. Kubaca berkali-kali. Kurenung dalam sunyi agung. Kubiarkan diriku hanyut dalam kata. Kupasrahkan kata-kata itu menyapaku.


Kutatap Kisah Kejadian! Kata-kata di lembaran itu terdengar berirama mengalir. Kubaca berkali-kali hingga aku tak mampu membacanya lagi. Kutatap terus kata-kata itu hingga kata-kata itu menatapku. Tatapannya begitu tajam sehingga aku tak mampu menatapnya lagi. Berkali-kali kucoba alihkan pandanganku. Namun, pikatan indahnya membuatku terpaku padanya. Aku seakan-akan ditelanjangi, seluruh jiwa dan ragaku dilucuti habis-habisan sehingga tak sehelai benang pun menutupi aurat jiwa dan ragaku. Aku malu, juga “aku menjadi takut, karena aku telanjang” (Kej 3:10).


Oh, betapa bebalnya aku. Betapa sadisnya hidup manusia. Yah, begitulah kita manusia, “segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej 6:5).


Kusadari semua itu. Benar sekali! Segala kecenderungan hatiku selalu membuahkan kejahatan…..Dan air mataku pun membasahi pipiku.


Betapa sadisnya hidupku. Lihat saja fakta ini!


“Apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.


Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.


Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Rm 7:15, 17-25).


Tuhan, sekiranya boleh aku mengemis kerahiman-Mu, biarlah aku tidur di emperan rumah-Mu. Kuingin remah-remah makanan dari dalam rumah-Mu menguatkanku. Juga kuharap Dikau masih ingin memandangku yang hina ini.


Gading Serpong, 25 Oktober 2019
Todi Manek, CMF


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“...SENDI PANGKAL PAHA ITU TERPELECOK...” (KEJ 32:25)

Mengapa sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging dari binatang yang menutupi sendi pangkal pahanya? Karena pada zaman dahulu, ketika Yakub (salah satu Bapa bangsa orang Israel) sendirian bermalam di Pniel (lih. Kej 32:24, 30), dia bergulat dengan seorang laki-laki utusan Tuhan (Kej 32:24). Pergulatan itu terjadi sepanjang malam. Di akhir pergulatan itu, ternyata Yakub menang. Karena melihat bahwa ia tak mampu mengalahkan Yakub, laki-laki utusan Tuhan itu memukul pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok (Kej 32:25). Keesokan harinya, Yakub pincang karena pangkal pahanya itu (Kej 32:31). “Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena DIA telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya” (Kej 32:32). SINGKATNYA, karena Yakub itu Bapa Bangsa mereka, bangsa Israel tidak makan daging dari binatang yang pangkal pahanya tertutup. Mari kita pun mencontohi para Bapa Bangsa k...

Kisah Terjadinya Tiang Garam

“Berkatalah seorang (malaikat Tuhan kepada Lot): “Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di mana pun juga di lembah Yordan, dan larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap” (Kej 19:17). “Tetapi istri Lot, yang berjalan mengikutinya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam” (Kej 19:26). Hari ini kita memperingati seorang martir di Roma. Namanya Raymundus Lullus . Kalau kerapuhan iman istri Lot hanya menyisakan tiang garam di Sodom dan Gomora, darah martir Raymundus Lullus mengokohkan tiang kejayaan kekristenan di Roma. Itulah sebabnya Roma tetap jaya. Meski kecil, tapi pernah dan akan selalu menggoncang hati dunia. Dari sanalah dunia ditata. Suka atau tidak suka, terima atau tidak terima – tapi itulah kenyataanya. Semua ini tak terlepas dari banjir darah dari martir di Roma ini, seorang Kristen sejati, Raymundus Lullus. Menatap semua kejayaan itu, kita boleh bercermin. Ketika para muri...

Membongkar 'Mindset' Uang Suap

‘Suap itu biasa kok !’ Ungkapan ini tak asing lagi di kuping kita. Bahkan Swarsono, Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengumandangkan ungkapan ini. Masyarakat Indonesia sekarang mempunyai mindset : suap itu biasa saja, katanya. Dalam Seminar Nasional di Universitas Sebelas Maret Solo, sabtu (9/11) lalu, Swarsono membandingkan praktik suap di Cina dan Amerika dengan praktik suap di Indonesia. Menurutnya, dalam mindset bangsa Cina dan Amerika, praktik suap dipandang sebagai suatu kejahatan. Karena itu, kedua bangsa itu berusaha untuk menghindarinya. Sementara dalam mindset masyarakat Indonesia, kata Swarsono, praktik suap sudah menjadi hal yang biasa saja ( Kedaulatan Rakyat , 11/11). Masyarakat Indonesia pada umumnya berpikir, para pejabat hanya bisa dilunakkan dengan uang suap. Karena itu, jika suatu urusan terhambat, masyarakat secara gamblang memahami. Uang suap harus diberikan kepada pihak yang menghambat urusan itu, sehingga urusan menjadi lancar. Kini sema...