Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Terlalu Posesif

Ketika orang lain ingin memiliki apa yang (ingin) kita miliki, kita cenderung menjadi sangat posesif. Kalau kita mengikuti saja kecenderungan itu, kita sebenarnya telah kehilangan segalanya. Kita kehilangan hasrat murni dari hati kita untuk mencintai dengan tulus. Orang yang posesif adalah orang yang takut kehilangan. Persis, orang yang takut kehilangan adalah orang yang paling lemah. Karena orang yang memiliki tipe demikian tidak tahu bagaimana harus mencintai orang lain. Orang yang terlalu posesif kadang membungkus hasrat bejat dan nafsu kebinatangan liarnya dengan cara-cara licik dan kebaikan-kebaikan palsu untuk memperalat dan menggunakan orang lain demi keuntungan dan kepuasan diri semata. Karena itu, hendaklah kita bijak ketika bergaul dengan orang yang sangat posesif. Mereka sering terlihat sangat perhatian, tetapi sebenarnya mereka sedang menjadikan kita objek pelampiasan birahi buas mereka. Yogyakarta, 28 Agustus 2018 Todi Manek, CMF

Awalilah Hidupmu dengan Bersyukur

  Orang yang selalu bersyukur adalah orang yang selalu merasa bahwa dia telah menerima segala sesuatu dengan cuma-cuma. Ia senantiasa melihat seluruh hidupnya penuh dengan taburan rahmat. Orang yang selalu merasa telah menerima segala sesuatu dengan cuma-cuma adalah orang selalu merasa bahwa dia selalu memiliki sesuatu untuk dibagikan. Ia tiada hentinya merasa bahwa dirinya tak layak untuk menerima semuanya itu, sehingga ia tidak akan tega melihat orang lain menderita dan melarat karena tidak memiliki apa-apa untuk menyambung hidupnya. Orang yang selalu merasa dirinya selalu memiliki sesuatu adalah orang yang tak pernah mengalami kekurangan dalam hidupnya. Ia selalu merasa berkecukupan sehingga tidak gampang mengeluh dan putus asa. Orang yang tak pernah merasa berkekurangan adalah orang yang paling bahagia. Ia senantiasa merasa bahwa Allah adalah pemenuh segala hal dalam hidupnya. Karena itu, ia tidak hidup dalam kekhawatiran dan kecemasan serta kegelisahan, tetapi s...

Cinta yang Tak Bersyarat

Sayang, kamu sungguh terlalu! Mengapa pesan dari saya akhir-akhir ini kamu abaikan. Seminggu yang lalu saya mengirim pesan, tapi kamu tak membalasnya. Teman-temanmu bilang: kamu sedang sibuk saat itu. OK, saya mengerti! Dua hari lalu, saya mengirim pesan lagi. Saya menyapamu manja, namun sayang, hanya sepi balasmu. Katanya kamu lagi santai dan tak ada kegiatan apapun. Tapi mengapa kamu setega itu? Mengapa kamu tak membalas pesanku. Tidak sadarkah kamu bahwa betapa aku sangat peduli padamu? Butakah kamu sehingga kamu tak tahu bahwa betapa aku sangat khawatir dengan keadaanmu? Atau mati rasakah kamu sehingga tak mampu lagi merasakan betapa dalamnya cintaku padamu? Oh sayang, begitu sulitkah kamu membalas pesan-pesanku? Pesanku seminggu yang lalu kamu abaikan, aku hanya bisa diam sembari berusaha memahamimu. Dua hari lalu, kukirimkan kamu pesan lagi, tapi hanya diam balasmu. Kutunggu balasanmu seharian, tapi sia-sia saja. Kamu mencampakkanku begitu saja. Ternyata, hari ini pu...

Hidup Ini Hanya Sekali

  Tidurlah bila kau ingin bermimpi, tidurlah! Tidurlah yang nyenyak, karena kau hanya bisa bermimpi indah di saat kau terlelap dalam tidurmu. Orang yang terjaga tak pernah bermimpi. Mereka hanya berkhayal kapan datang waktunya bagi mereka untuk bisa tertidur pulas dan menikmati mimpi-mimpi indah mereka. Karena itu, jangan sia-siakan waktu tidurmu malam ini. Inilah saatmu untuk tidur. Tidurlah, tidurlah lelap, banyak mimpi indah sedang menantimu di sana. Tapi bangunlah segera dari tidurmu esok pagi jika kau ingin wujudkan mimpimu. Ya, bangunlah segera dan wujudkan mimpimu, karena hanya orang yang sedang terjagalah yang mampu mewujudkan mimpi-mimpinya secara tepat. Bangunlah segera esok pagi dan jangan terlelap dalam tidurmu selamanya. Apalah artinya mimpi-mimpi indahmu bila dikau tak pernah terjaga dari tidurmu? Bangunlah, bangunlah segera esok pagi, karena fajar akan menyingsing sembari menyibak pilah mimpi-mimpi indahmu untuk diwujudkan dengan indah. Bangunlah, bangunla...

Berhutang Kebaikan

Aku selalu merasa berhutang. Hutangku adalah hutang kebaikan. Aku berhutang kebaikan padamu. Jangan melarang aku untuk membayar hutang-hutang itu. Kata orang: “Pengalaman merasa dicintai selalu merupakan dasar terbaik bagi seseorang untuk mulai mencintai orang lain”. Saya mau mengubah kata-kata ini demikian: “Pengalaman selalu merasa penuh dengan kebaikan-kebaikan selalu menjadi alasan atau dorongan terbaik bagi seseorang untuk melakukan kebaikan-kebaikan bagi orang lain”. Itulah rasa perasaan orang yang baik. Dia selalu merasa penuh dengan kebaikan-kebaikan. Dia selalu merasa bahwa dia memiliki sesuatu untuk dibagikan, baik secara fisik maupun batin. Itulah sebabnya orang yang baik selalu bersyukur dalam hidupnya. Orang yang baik itu adalah kamu. Kamu terlalu baik bagiku. Karena itu, aku berhutang kebaikan padamu. Izinkan aku membayar hutang-hutangku itu dengan berbuat baik kepada orang lain, juga kepada dirimu. Semoga semakin hari aku pun semakin menjadi orang ya...

Cinta Bukan Hasil Ujian

Tak kusangka, ternyata inilah aslinya dirimu. Sudah lupakah kamu bahwa dulu kamulah yang memaksaku untuk merajut kisah cinta bersamamu? Amnesiakah kamu kalau dulu aku menolakmu berkali-kali? Rupanya kamu mau menguji kesabaran dan kesetiaanku. Kata orang: perempuan biasanya suka menguji kesetiaan pasangannya dengan aneka cara. Jadi, apakah ini saat ujian darimu bagiku? Sayang, cukuplah bermain-main dan janganlah terpengaruh dengan pola pikir kebanyakan orang. Jangan ikut arus kerumunan para pencemburu dan gerombolan para bujangan modern yang hanya sibuk untuk menguji cinta seseorang, karena cintaku padamu bukan sebuah hasil ujian. Cintaku kepadamu adalah sebuah hasil keputusan. Hasil ujian biasanya kamu dapatkan pada saat terakhir, sedangkan hasil keputusan selalu kamu dapatkan pada awal. Aku mencintaimu hingga detik ini karena aku telah memutuskan untuk senantiasa mencintaimu hingga akhir hayatku. Telah aku putuskan: dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dalam se...

Ingin Punya Anak

Melihat anak orang lain tertawa ceria saja hati ini sudah sangat bahagia apalagi melihat anak sendiri tertawa ceria dan bahagia dalam pelukan hangat dan manja kedua telapak tanganku. Aku ingin punya anak. Begitulah khayalku. Namun bukankah dengan cara pangdang demikian saya hanya akan menjadikan anak-anak saya sebagai sarana untuk memuaskan hasrat kebapakan saya? Bukankah gaya hidup seperti ini sama saja dengan pelampiasan hasrat paternalistik saya? Atau lebih kasaranya, bukankah ini sebauh hasrat phedophilia? Anak hanya dijadikan sarana untuk memuaskan orang tua. Ya Tuhan, bantulah saya untuk memilih dan memilah jalan hidup dengan pasti. Jangan biarkan aku terlalu lama berada di persimpangan jalan ini. Aku ini lemah sehingga bila terlalu lama, aku akan bosan dan jenuh. Karena itu, datanglah segera dan jawablah aku, ya Tuhan Allahku. Tawangmangu, 3 Agustus 2018 Salam Hangat Dariku, Metodius Manek, CMF

Protes Senyap

Aku tahu pasti bahwa tentu kamu bingung saat ini. Maaf, selama ini kamu selalu bertanya. Mengapa begini? Mengapa begitu? Tapi hanya bisu respons dariku. Jujur, aku sudah tak mampu lagi merangkai kata. Aku tak sanggup lagi ‘tuk membuatmu paham. Barangkali aku terlalu lemah dan bodoh untuk meyakinkanmu. Karena itu, beginilah sudah jawabku. Harus kuakui bahwa inilah kenyataan di antara kita saat ini. Maaf, sejujurnya aku mau katakan: aku bosan sekarang. Aku sudah muak. Barangkali diamku kali ini bisa membuatmu insyaf. Inilah protesku padamu. Inilah protes senyap. Kadang protes senyap lebih bergema daripada protes dengan untaian kata-kata. Karena protes senyap biasa terjadi dalam tindakan dan cara hidup, sedangkan protes dengan kata-kata lebih sering hanya berhenti pada argumentasi logis belaka. Inilah protesku. Protesku memang hanyalah protes senyap. Tapi protesku ini tampak dalam tindakan dan cara hidupku. Semoga dikau berkenan melihatnya dan mulai mengerti mengapa aku diam ...

Untuk Seseorang

Waktu itu kita masih polos. Kita belum tahu apa itu cinta. Namun tatapanmu seakan membuat aku telanjang. Aku tak tahu dengan cara apa lagi aku harus membalut ‘tuk menutupi diriku. Barangkali di kala itu kita masih terlalu murni dan suci sehingga aku tak tahu bagaimana harus membohongimu. Atau bisa jadi, benar juga kata orang-orang: kita masih terlalu lugu waktu itu. Memang benar, di kala itu masih terlalu pagi bagi kita untuk saling mengungkap rasa. Kita masih terlalu bodoh untuk mengatakan cinta, apalagi bilang “ I Love You ”. Namun senyuman manismu tak bisa menipu, juga senyum luguku tak bisa berdusta. Aku sangat senang kala itu. Barangkali itulah cinta versi kita berdua. Itulah cinta versi kekanak-kanakan kita. Namun harus kuakui bahwa itulah awal aku mencintai seorang perempuan yang bukan ibuku dan juga bukan kedua saudariku. Meski cinta kita saat itu tak begitu dalam, tapi itulah awal petualangan cintaku. Terima kasih untukmu, wahai dikau, pemilik senyum manis. ...